Minggu, 16 Februari 2014

International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID)


ICSID (International Centre for Settlement of Investment Disputes) ialah lembaga otonom internasional yang dilahirkan oleh bank dunia. Konvensi yang mendirikan ICSID ialah Konvensi Washington yang merupakan perjanjian multilateral yang dirumuskan oleh Direksi Eksekutif Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (Bank Dunia).   Konvensi ini mengatur mengenai perselisihan antara suatu negara dengan perorangan atau perusahaan asing yang menanam modalnya di negara tersebut dengan jalan damai melalui konsiliasi atau arbitrase. Terbentuknya konvensi ini adalah sebagai akibat dari situasi perekonomian dunia pada waktu 1950-1960-an yaitu khususnya disaat beberapa negara berkembang menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing yang berada di dalam wilayahnya. Tindakan ini mengakibatkan konflik-konflik ekonomi yang dapat berubah menjadi sengketa politik atau bahkan perang. Konvensi ini ditandatangani tanggal 18 Maret 1965 & mulai diberlakukan tanggal 14 Oktober 1966. ICSID telah memiliki anggota sebanyak seratus empat puluh negara anggota termasuk Australia, China, Perancis, dan Indonesia. Tujuan utama dari ICSID adalah menyediakan fasilitas untuk konsiliasi dan arbitrase sengketa investasi internasional.

Untuk mengajukan sengketa kepada ICSID, para pihak sebelumnya harus mencapai kata sepakat. Konvensi mensyaratkan adanya sepakat yang tertulis sebelum mengajukan penyelesaian sengketa kepada ICSID. Penunjukan badan arbitrase ini tercantum dalam klausula perjanjian penanaman modal yang menetapkan penyerahan suatu sengketa yang di masa mendatang mungkin timbul dari perjanjian tersebut. Menurut Pasal 25 ayat (1) Konvensi ICSID, kata sepakat untuk menyerahkan sengketa kepada arbitrase ICSID tidak perlu “dinyatakan” di dalam dokumen tersendiri. Negara penerima modal melalui peraturan perundang-undangannya dapat menawarkan agar sengketa yang timbul antara investor dan negara penerima modal diserahkan kepada arbitrase ICSID.

Dilihat dari ratione matriae-nya, yurisdiksi ICSID hanya berlaku jika memenuhi keadaan di  Pasal 25 ayat 1 dari ICSID Convention. Kalimatnya berbunyi “setiap sengketa hukum yang berasal dari penanaman modal.” Maka dari itu, setiap subjek hukum yang ingin sengketanya diselesaikan oleh ICSID harus memiliki 3 komponen yaitu, pertama   subjek hukum tersebut memiliki sengketa hukum yang ingin diselesaikan. Kedua, sengketa hukum tersebut harus memiliki bukti transaksi pokok yang telah dilakukan. Ketiga, transaksi pokok tersebut termasuk dalam transaksi penanaman modal. 

Terdapat dua macam penyelesaian sengketa yang dianut oleh Konvensi ICSID yaitu melalui konsiliasi (conciliation) dan arbitrase (arbitration). Masing-masing  dibawahi oleh komisi konsiliasi dan arbitrase. Kedua komisi ini diketuai oleh seseorang yang disebut dengan dewan konsiliasi atau arbitrase. ICSID mempunyai kewenangan penuh untuk menyelesaikan sengketa para pihak ketika terdapat salah satu kesepakatan di antara mereka. Kesepakatan ini dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang didalamnya terdapat sebuah klausul penyelesaian sengketa. Klausul ini harus menyatakan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase ICSID. Dalam hal penyelesaian sengketa melalui arbitrase ICSID, hukum yang berlaku adalah hukum yang dipilih oleh para pihak (choice of law). Lembaga arbitrase ini tidak boleh menerapkan hukum yang tidak dikenal oleh para pihak dalam menyelesaikan sengketa mereka. Pemilihan dan penerapan hukum tersebut harus senantiasa mendasarkan kepada asas kepatutan (ex aqueto et bono).

Pada saat timbul sengketa, para pihak yang sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui ICSID (baik memilih konsilasi ataupun arbitrase) harus mengajukan permohonan kepada Sekretaris Jenderal ICSID. Permohonan ini didasari dengan perjanjian tertulis mengenai kesepakatan para pihak dalam menyelesaikan sengketa melalui ICSID. Di dalam permohonan tersebut harus diuraikan juga masalah-masalah (issues) yang menjadi sengketa, identitas para pihak, komitmen bersama terhadap penyelesaian sengketa yang dipilih serta hukum acara yang nantinya akan dipakai. Permohonan ini kemudian diperiksa oleh Sekretaris Jenderal ICSID apakah sudah dapat diterima atau ditolak. Jika permohonan yang diajukan diterima, maka bagi permohonan penyelesaian sengketa melalui konsiliasi, dewan konsiliasi ICSID akan segera membentuk suatu komisi. Sedangkan terhadap permohonan penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang diterima, maka dewan arbitrase ICSID akan membentuk Mahkamah Arbitrase (Arbitration Tribunal).

ICSID tidak seperti lembaga arbitrase pada umumnya. Tidak seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia, American Arbitration Association atau Singapore International Arbitration Center. ICSID tidak menyelesaikan sengketa antar subyek hukum perdata. ICSID hanya menyelesaikan sengketa antar pemerintah sebagai subyek hukum publik dan para investor sebagai subyek hukum perdata. Kedudukan pemerintah sebagai subyek hukum publik karena pemerintah yang mengeluarkan berbagai izin terkait dengan investasi. Republik Indonesia meratifikasi Konvensi ICSID dengan UU no. 5 tahun 1968 (LN No.32 tahun 1968) yakni Undang-undang tentang persetujuan atas Konvensi tentang penyelesaian perselisihan antara negara dengan warga negara asing mengenai penanaman modal. Undang-undang ini singkat saja hanya terdiri dari 5 pasal saja. Disebutkan bahwa sesuatu perselisihan tentang penanaman modal antara Republik Indonesia dan warga negara asing diputuskan menurut Konvensi ICSID dan Pemerintah mewakili Republik Indonesia dalam perselisihan tersebut untuk hak substitusi. (Pasal 2).

Sumber:
  1. http://lotusbougenville.wordpress.com/2011/02/11/arbitrase-penanaman-modal-asing-kasus-kartika-plaza-sebagai-suatu-model/#_ftn19, diakses 15 Februari 2014 Pukul 02.00
  2. http://unctad.org/en/docs/edmmisc232add4_en.pdf, diakses 15 Februari 2014 Pukul 12.34 
  3. http://kphindonesia.freevar.com/?p=142 diakses 15 Februari Pukul 23.44 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar