Selasa, 25 Maret 2014

Direct Investment & Indirect Investment


Pengertian investasi menurut KBBI adalah penanaman uang atau modal di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal atau perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Jadi sebuah pengeluaran dapat dikatakan sebagai investasi jika ditujukan untuk meningkatkan kemampuan produksi.

Dalam ekonomi  ada terminologi there is no (economic) growth without investment.  Pernyataan ini mengandung arti bahwa investasi memiliki peran yang penting dalam pembangunan ekonomi, walaupun investasi bukan satu-satunya komponen pertumbuhan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi, investasi memiliki dua peranan penting. Pertama, peran dalam jangka pendek berupa pengaruh terhadap permintaan agregat yang akan mendorong meningkatnya output dan kesempatan kerja. Kedua, efeknya terhadap pembentukan kapital. Investasi akan menambah berbagai peralatan, mesin, bangunan dan sebagainya. Dalam jangka panjang, tindakan ini akan meningkatkan potensi output dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

Ada dua jenis investasi. Pertama ialah Investasi Langsung (Direct Investment) dimana investor dapat langsung berinvestasi dengan membeli secara langsung suatu aktiva keuangan dari suatu perusahaan. Investasi ini merupakan aset-aset riil (real assets) yang melibatkan aset berwujud, misalkan pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, pembukaan perkebunan, dan lainnya. Investasi secara langsung selalu dikaitkan adanya keterlibatan secara langsung dari pemilik modal dalam kegiatan pengelolaan modal. Dalam penanaman modal secara langsung, pihak investor langsung terlibat dalam kegiatan pengelolaan usaha dan bertanggung jawab secara langsung apabila terjadi suatu kerugian. 

Kedua ialah Investasi Tidak Langsung (Portfolio Investment) dimana investor dapat melakukan investasi namun tidak terlibat secara langsung dan cukup dengan memegangnya dalam bentuk saham dan obligasi. Investasi tidak langsung pada umumnya merupakan investasi jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang. Investasi ini disebut sebagai investasi jangka pendek karena pada umumnya mereka melakukan jual saham dan atau mata uang dalam jangka waktu yang relatif singkat, tergantung kepada fluktuasi nilai saham dan atau mata uang yang hendak mereka perjualbelikan.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebenarnya sudah membedakan secara tegas antara investasi langsung (direct investment) dan investasi tidak langsung (portfolio investment). Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 2 undang-undang tersebut, yang mengatakan: “yang dimaksud dengan penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.”


Perbedaan antara Direct Investment dan Portfolio Investment


Direct Investment
Portfolio Investment
Investor harus hadir dalam menjalankan usaha
Investor cukup sebagai pemegang saham dan tidak perlu hadir secara fisik
___
Tujuannya untuk memperoleh keuntungan maksimal dalam waktu singkat
Investor memiliki kontrol terhadap kegiatan perusahaan sehari-hari
Investor tidak memiliki kontrol terhadap perusahaan sehari-hari
___
Investor menanggung resiko sendiri dan tidak dapat menggugat perusahaan yang menjalankan kegiatannya
___
Kerugian pada Portfolio Investment tidak dilindungi oleh Hukum Kebiasaan Internasional
Mendirikan Perusahaan
Tidak Mendirikan Perusahaan
Perusahaan dikendalikan oleh seluruh/ sebagian pemilik perusahaan
Ada pemisahan pemilik dan manajemen
Investasi tidak dapat dipindahkan setiap saat
Investasi dapat dipindahkan setiap saat
Landasan hukumnya UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Landasan hukumnya UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
Pengelolanya BKPM
Pengelolanya Bapepam dan LK






Sumber:

  1. http://kbbi.web.id/investasi diakses Minggu 8 Maret 2014, Pukul 16.02
  2. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25820/3/Chapter%20II.pdf diakses Minggu 8 Maret 2014, Pukul 18.15 PM
  3. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128947-T+26695-Tinjauan+yuridis-Literatur.pdf diakses Minggu 8 Maret 2014 , Pukul 18.36

Minggu, 23 Maret 2014

Convention on Abolishing the Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents (Apostille Convention)



     Konvensi ini ditandatangani di Den Haag, Belanda pada 5 Oktober 1961. Konvensi ini dibuat untuk menghapus syarat-syarat adanya legalisasi diplomatik atau konsuler daripada dokumen-dokumen luar negeri yang bersifat dokumen publik. Ruang lingkup dari Konvensi ini terbatas dan hanya berlaku bagi apa yang dinamakan dokumen publik dan dokumen-dokumen yang telah dibuat didalam wilayah salah satu negara peserta dan akan dilaksanakan didalam wilayah salah satu Negara peserta lainnya. (Pasal 1(1) AC).

Dokumen-dokumen publik disini diartikan sebagai dokumen yang berasal dari instansi-instansi atau pejabat yang mempunyai hubungan dengan pengadilan dan badan-badan peradilan suatu negara, seperti dokumen-dokumen yang berasal dari jaksa, juru sita pengadilan dalam melakukan panggilan-panggilan, dokumen administratif, akta-akta notaris dan sertifikat resmi lainnya yang ditempelkan atas dokumen-dokumen yang ditandatangani oleh orang-orang yang dalam kapasitasnya secara pribadi seperti sertifikat resmi mengenai pendaftaran suatu dokumen. Konvensi ini tidak berlaku untuk dokumen-dokumen yang dibuat oleh pejabat-pejabat Diplomatik atau Konsuler dan dokumen-dokumen administratif menangani operasional perdagangan atau Bea Cukai .

Konvensi Apostille memudahkan dan menghindarkan berbagai kesulitan-kesulitan formil berkenaan dengan syarat legalisasi. Akan tetapi, dilain pihak, tetap memperhatikan adanya kekuatan pembuktian otentisitas daripada dokumen luar negeri bersangkutan. Dengan ditempelkannya sebuah strook kertas tertentu yang dinamakan “Apostille”, dokumen hukum tersebut menjadi telah dilegalisasi oleh pejabat daripada negara yang mengeluarkan dokumen bersangkutan yang intinya memberikan keterangan berbentuk sertifikat yang menggantikan semua syarat-syarat legislasi (contoh di lampiran). Sertifikat ini yang bertanggal dan bernomor kemudian didaftarkan pada instansi dari negara yang mengeluarkan dokumen tersebut. Orang yang hendak melakukan verifikasi mengenai pendaftaran dari pada dokumen ini dapat menanyakan secara mudah kepada instansi yang memberikan sertifikat atau apostille itu mengenai kebenaran daripadanya. Mengenai keaslian daripada dokumen hukum dapat diketahui secara mudah dan murah. Apabila ternyata benar dokumen itu telah dilihat dan didaftarkan didalam daftar apostille bersangkutan di negara itu, maka dapat diterimalah oleh hakim dari negara lain bahwa sesungguhnya dokumen itu sah adanya. Dengan dipermudahnya syarat legalisasi yang diganti dengan syarat menempelkan apostille dapat dicapai beberapa hal yang menguntungkan. Dengan demikian, tugas para hakim yang harus memeriksa dokumen-dokumen luar negeri bersangkutan menjadi semakin mudah. Disamping itu, juga diperoleh kepastian tentang kekuatan pembuktian di luar negeri untuk setiap orang yang hendak memakai dokumen bersangkutan sebagai alat pembuktian di luar negeri.

Menurut Prof. Sudargo Gautama, akan sangat baik jika Indonesia turut serta menandatangani Konvensi Apostille karena dengan begitu akan dipermudah lalulintas dalam bidang berperkara apabila perkara-perkara ini menyangkut soal-soal pembuktian yang berada di negara-negara lain. Dengan dipermudahnya memperoleh dokumen-dokumen ini sebagai alat pembuktian didalam proses perkara di Pengadilan negara-negara lain, akan tercapailah akselerasi daripada arus lalu-lintas dan hubungan hukum  pada umumnya. Dengan demikian dapat dihindari prosedur yang berbelit-belit, mamakan waktu dan biaya untuk dapat memprodusir alat-alat pembuktian dari Indonesia dalam perkara-perkara di luar negeri dan sebaliknya di didalam negeri untuk proses perkara-perkara perdata dan hukum dagang

Adapun manfaat resiprositasnya sangat besar baik bagi warga negara dan badan hukum Indonesia ataupun asing yang seringkali berbelit-belit. Ratifikasi Konvensi Apostille ini tentu akan sejalan dengan visi pemerintah saat ini, yaitu pertama, meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kedua mendorong investasi/ modal dari luar negeri. Ketiga, realisasi dari komitmen Indonesia untuk terus mendorong pemerintahan terbuka (open government).

Menurut Prof. Sudargo Gautama, tidak akan kerugian yang mencolok bagi Indonesia jika turut serta dalam Konvensi ini. Seperti beberapa Konvensi Den Haag lainnya yang bertujuan untuk mempermudah lalu-lintas internasional, mak Konvensi tentang penghapusan syarat legalisasi tahun 1961 ini dapat diterima oleh Indonesia.

Sumber:

  1. http://bphn.go.id/index.php?action=public diakses Minggu 16 Maret Pukul 23.37
  2. Prof. Sudargo Gautama: Buku Indonesia dan Konvensi-Konvensi HPI.

Sabtu, 22 Maret 2014

Tanpa Mata

Salah jika hukum itu tanpa mata. Karena jika tidak pakai mata, maka hukum akan menjadi tidak manusiawi. Kita sebagai sesama manusia harus memiliki rasa manusiawi dimana siapapun yang berbuat salah, sesalah-salahnya tetap harus kita tolong dan ajarkan hingga ia mengerti dan berperilaku baik di masyarakat. 

     Saya tidak pernah setuju dengan hukuman mati, karena itu sama saja kita menyerah dengan saudara kita dan rasa manusiawi yang kita miliki. Hal terburuk dari kematian bukanlah rasa sakit ketika hal tersebut datang, tapi ketidakjelasan kemana kita pergi setelah mati.. Apakah kita bisa melakukan hal ini kepada saudara kita sendiri?